Lompat ke isi utama

Berita

REFLEKSI DUA TAHUN BAWASLU KABUPATEN KOTA DI INDONESIA

REFLEKSI DUA TAHUN BAWASLU KABUPATEN KOTA DI INDONESIA
Penulis : SUPRAYITNO, SHI (Ketua Bawaslu Kabupaten Muara Enim)   Tidak terasa bahwa 15 Agustus 2020 adalah tanggal bersejarah dan merupakan ulang tahun yang ke-2 bagi Bawaslu Kabupaten kota di Indonesia. Perubahan status dari adhoc ke sifat tetap atau permanen menjadikan catatan tersendiri bagi komisioner Bawaslu kabupaten dan kota diseluruh Indonesia.

Sejarah keberadaan pengawas pemilu di Indonesia dilatarbelakangi adanya krisis kepercayaan  masyarakat terhadap  hasil pemilu tahun 1971, sehingga memunculkan protes yang diduga terdapat banyaknya manipulasi hasil pemilu yang dilakukan oleh para petugas saat itu. Berlanjut ke pemilu tahun 1977 juga diduga terjadi kecurangan-kecurangan serta pelanggaran yang bersifat massif sehingga memunculkan protes dari para politisi baik dari PPP maupun PDI meminta agar kualitas pemilu diperbaiki.

Melalui perubahan Undang-undang barulah pada tahun 1982 dibentuk pengawas pemilu dengan nama panitia pengawas pelaksanaan pemilu (PANWASLAK PEMILU). Panwaslak pemilu merupakan penyempurnaan dari lembaga pemilihan umum (LPU) yang saat itu masih bagian dari kemendagri, hingga pada akhirnya Panwaslak Pemilu berubah nomenklatur menjadi panitia pengawas pemilu.

Pasca Reformasi, eksistensi demokrasi dan peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilu semakin di perioritaskan, melalui amandemen ketiga  UUD 45 yang salah satunya diejawantahkan dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2003 tentang pemilihan umum. Undang-undang nomor 12 tahun 2003 menjelaskan bahwa pelaksanaan pengawasan pemilu dibentuk lembaga adhoc (sementara) bernama panitia pengawas pemilu yang saat itu bertanggung jawab kepada KPU. Kemudian melalui Undang-undang nomor 22 tahun 2007 memberi penguatan terhadap lembaga pengawas yang tadinya adhoc menjadi lembaga permanen

Dengan dibentuknya lembaga tetap yang dinamakan Badan pengawas pemilu (Bawaslu), maka Bawaslu hampir sejajar dengan KPU  sebagai penyelenggara pemilu meskipun keberadaan Bawaslu ditingkat daerah mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota hingga tingkat kelurahan masih adhoc. Dengan begitu kewenangan pengawasan pemilu sepenuhnya menjadi wewenang Bawaslu. Keluarnya Undang-undang nomor 15 tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu, juga membuktikan bahwa  kelembagaan pengawas pemilu dikuatkan lagi dengan dibentuknya lembaga tetap (permanen) pengawas pemilu ditingkat provinsi dengan nama Bawaslu provinsi.

Penguatan kelembagaan pengawas pemilu tidak cukup sampai disini, dengan disahkannya Undang-undang nomor 7 tahun 2017 menjadi titik sejarah bagi Bawaslu kabupaten dan kota yang semula bersifat adhoc menjadi tetap atau permanen. Dengan demikian maka kedudukan Bawaslu sejajar dengan KPU sebagai lembaga yang menyelenggarakan pemilu di Indonesia.

Lalu, apa yang sudah dilakukan Bawaslu Kabupaten dan kota sejak dilantik  pada tanggal 15 Agustus dua tahun yang lalu? Ekspektasi masyarakat terhadap peran Bawaslu dalam mengawal pemilu sangat besar. Secara garis besar kelembagaan bawaslu mempunyai empat pokok tugas, fungsi, dan kewenangan yaitu dalam hal pencegahan, pengawasan, penindakan (penanganan) pelanggaran dan penyelesaian sengketa pemilu sesuai amanat Undang-undang nomor 7 tahun 2017.

Dari segi pencegahan, Bawaslu  perlu melakukan sosialisasi dan pemahaman akan aturan main dan aturan perundang-undangan kepada partai politik peserta pemilu, para calon legeslatif utamanya lagi kepada masyarakat secara luas. Sosialisasi bisa berbentuk tatap muka, mengadakan diskusi-diskusi, penyebaran spanduk, pamplet maupun hal-hal lain yang sifatnya mendidik, melakukan koordinasi dan kerjasama dengan steakholder (lembaga lain) serta pengawas partisipatif sebagai supporting system yang melibatkan peran serta masyarakat. Intinya Bawaslu lebih mengutamakan langkah pencegahan atau prevenitf. Jika langkah pencegahan sudah dilakukan tapi pelanggaran tetap terjadi, maka Bawaslu akan lakukan langkah penindakan.

Deteksi dini terhadap potensi pelanggaran di setiap tahapan penyelenggaraan pemilu menjadi keharusan bagi setiap pengawasan. Pastinya Masing-masing daerah punya karakter dan kecenderungan tersendiri bentuk pelanggarannya baik modus operandi maupun jenisnya, sehingga kearifan lokal menjadi penting agar pemahaman masyarakat lebih maksimal.

Tahapan Pemilu 2019 mulai dari awal sampai akhir sangatlah panjang lebih dari dua tahun. Bawaslu diberikan kewenangan untuk mengawasi setiap tahapan, setidaknya mulai dari persiapan penyelenggaraan pemilu, pelaksanaan tahapan pemilu, mengawasi netralitas ASN dan netralitas TNI Polri  serta mengawasi pelaksanaan peraturan KPU. Pengawasan ini dilakukan secara maksimal sesuai juknis dan SOP yang ada, bisa langsung dari pengawas internal Bawaslu beserta jajarannya maupun melibatkan partisipasi masyarakat.

Terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaan pemilu tidak bisa terhindarkan lagi. Pelanggaran bisa saja terjadi lantaran adanya kesengajaan atau kelalaian, pelanggaran pemilu dapat dilakukan oleh siapa saja dan pihak mana saja, karena semua orang dapat berpotensi menjadi pelaku pelanggaran pemilu. Meski banyak bentuk pelanggaran yang dapat terjadi dalam pemilu, tapi secara garis besar peraturan bawaslu nomor 7 tahun 2018  membaginya menjadi empat bagian yaitu: pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, pelanggaran tindak pidana pemilu, pelanggaran  administrasi pemilu, dan pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya   

Bawaslu juga diberi wewenang dalam hal penyelesaian sengketa pemilu, yaitu sengketa yang terjadi antar peserta pemilu dan sengketa yang terjadi antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten Kota. Terhadap laporan atau temuan yang diterima, Bawaslu dapat berperan sebagai mediator antara pihak-pihak yang bersengketa guna mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat. Andai tidak tercapai kesepakatan, Bawaslu memberikan pilihan penyelesaian sengketa melalui persidangan. Keputusan Bawaslu mengenai penyelesaian  sengketa pemilu juga menjadi keputusan terakhir dan mengikat, kecuali keputusan terhadap sengketa pemilu berkaitan dengan verifikasi parpol peserta pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten kota.

Gelaran Pemilu tahun 2019 telah usai, ini merupakan pemilu pertama yang menyerentakkan antara pemilu legeslatif dan pemilu presiden. Tentu tidak mudah bagi lembaga pengawas untuk mengawasi pelaksanaan pemilu yang sangat panjang durasi tahapannya lebih dari 24 bulan. Secara spesifik Bawaslu kabupaten muara enim sudah menjalankann tugas, fungsi dan kewenangan  sesuai perintah Undang-undang, ini dibuktikan dengan adanya 15 jumlah temuan maupun laporan yang masuk. Laporan ini ada yang bisa diregistrasi dan ada yang tidak tergantung lengkap atau tidaknya laporan yang disampaikan. Dengan adanya laporan dan temuan yang relatif sedikit, membuktikan bahwa pola pencegahan dan pengawasan berjalan dengan maksimal. Bukti lain adalah terlaksananya pelaksanaan pemilu diwilayah kabupaten muara enim yang berjalan dengan aman, tertib, kondusif serta tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi mencapai  82,88%, lebih tinggi dari target nasional.

Pasca pelaksanaan pemilu, Bawaslu kabupaten muara enim tetap melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangan sesuai tupoksi yang diberikan. Awal bulan maret tahun 2020 walau diterpa bencana non alam yaitu covid-19, Bawaslu kabupaten muara enim tetap bekerja dan menjalankan tugas yang diberikan sesuai amanat undang-undang dengan pola Work From home (WFH) tentunya, serta dengan standar kesehatan covid yang dianjurkan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah.